Pemerintahan Aceh di masa kepemimpinan Zaini dan Muzakir selaku Gubernur dan Wakil Gubernur yang menggantikan kepemimpinan Irwandi berhasil mengganti logo propinsi yang selama ini di kenal dengan pancacita dan menggunakan bendera propinsi sendiri yang tidak jauh berbeda dengan bendera perjuangan masa konflik dahulu. keberhasilan ini tidak terlepas dari pengesahan dan perumusan di DPR Aceh.
Pergantian bendra dan lambang daerah yang berbentuk singa dan burak sudah sah dapat digunakan secara luas di berbagai lintas instansi pemerintah dan vertikal serta lembaga lainnya di Aceh. Penggunaan bendera dan lambang Aceh ini mulai berlaku terhitung 25 Maret 2013 setelah Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah meneken Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh, qanun tersebut juga sudah diundangkan dalam lembaran Aceh tahun 2013 Nomor 3 dan berlaku untuk pertama kali secara yuridis formal.
" Edrian didampingi Kepala Biro Humas Setda Aceh, Nurdin F Joes menyebutkan, sesuai MoU Helsinki dalam artikel 1.1. Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh dan artikel 1.1.5. Aceh memiliki hak menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne. Atas dasar persetujuan bersama antara DPR Aceh dan Gubernur, maka Gubernur Aceh selaku Kepala Pemerintah Aceh menetapkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh pada 25 Maret 2013. Qanun tersebut diundangkan dalam Lembaran Aceh Tahun 2013 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Aceh Nomor 49.
Ketua Badan Legislasi DPRA, Abdullah Saleh SH yang dihubungi Serambi, Senin (25/3) juga mengakui mulai Senin, 25 Maret 2013 Lembaran Aceh Tahun 2013 Nomor 3 ditambah Lembaran Aceh Nomor 49 telah berlaku secara sah menurut hukum sesuai Pasal 233 Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
“Dengan telah ditetapkan dalam Lembaran Aceh, maka pengibaran bendera Aceh sebagaimana diatur Qanun Aceh tersebut sudah dapat dilaksanakan. Prinsipnya (bendera) sudah bisa dinaikkan. Namun dalam pelaksanaannya perlu persiapan, termasuk mempersiapkan tiang dan bendera,” kata mantan advokad senior ini.
Abdullah Saleh menjelaskan, kehadiran Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera Aceh dan Lambang, dimaknai dalam kerangka pelaksanaan damai Aceh sebagaimana ditetapkan dalam MoU Helsinki dan UUPA." (harian serambi indonesia)
Namun, pengibaran bendera Aceh memiliki aturan yang mana tingginya tidak lebih tinggi dari bendera Merah Putih. Kewajiban setiap yang berdomisili di Aceh wajib memelihara, menjaga, menggunakan bendera dan lambang Aceh sebagai keistimewaan rakyat Aceh. Dan mendapat hukuman yang berat bila ada yang merusak, merobek, menginjak-injak dan membakar dan atau menodai, merendahkan kehormatan bendera akan diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50 juta sebagaimana tertuang pasal 26 qanun nomor 3 tahun 2013 ungkap Abdullah Saleh.
No comments:
Post a Comment