Saat jamuan makan malam di hotel Atjeh pada tanggal 16 Juni 1948, Entah apa yang dikatakan Soekarno di hadapan para saudagar dan rakyat Aceh sehingga rakyat Aceh waktu itu seperti dihipnotis secara serentak memiliki rasa yang sama untuk berkorban demi kelansungan nafas negeri ini.
Kabar berita yang selama ini kita dengar, bahwa Soekarno menangis di depan Daud Beureueh dengan mengancam bahwa beliau (Soekarno) tidak mau makan jika rakyat Aceh tidak memberikan dana untuk pengadaan pesawat. Rengekan Soekarno ini membuat luluh hati rakyat Aceh ketika itu juga, dan akhirnya mengamini permohonan Soekarno tersebut. Maka beramai-ramai saudagar dan rakyat Aceh menyumbangkan harta mereka sehingga terkumpul dana untuk pembelian pesawat yang diberi nama Seulawah RI 001 yang kemudian dioperasikan secara komersial di Burma di bawah bendera perusahaan “Indonesian Airways,” yang menjadi cikal bakal Garuda Indonesian Airways.
Aceh merupakan pemegang saham utama Garuda Indonesia, seperti yang dikatakan Wakil Gubernur Muhammad Nazar (Serambi, 24/1).
Proses pengumpulan dana tersebut memakan waktu yang panjang, karena pengumpulan dana tidak hanya dilakukan di Banda Aceh, tetapi sampai hampir ke seluruh Aceh yang mendengar berita ini. Berbondong-bondong rakyat Aceh menyerahkan uang dan emas mereka.
Saat ini Garuda akan diprivatisasi dengan menjual 30% sahamnya ke publik, rencana ini mendapat respon yang beragam dari berbagai pihak, termasuk pemerintahan Aceh melalui Wakil Gubernur Muhammad Nazar beberapa waktu lalu dengan mengatakan bahwa Aceh memiliki hak untuk mendapatkan dividen karena Aceh merupakan pemegang saham utama Garuda.
Adakah Aceh memiliki hak untuk mendapatkan dividen? Mengapa?
Menurut Kamus Wikipedia, Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis.
Mengapa Aceh harus mendapatkan pembagian laba dari Garuda?
Berdasarkan definisi dividen di atas, maka Aceh memang pemegang saham garuda, karena sejarah tak dapat dipungkiri bahwa pembelian pesawat cikal-bakal Garuda adalah harta rakyat Aceh.
Bagaimana membuktikan bahwa rakyat Aceh memang benar sebagai pemegang saham?
Ya, pertanyaan ini memang penting dijawab untuk menghindari pengaburan sejarah keberadaan Garuda yang berasal dari Seulawah RI 001 itu.
Selain pengalaman perang, Aceh juga memiliki pengalaman panjang dalam melakukan komunikasi dan diplomasi dengan pihak luar sejak dahulu kala. Pengalaman ini dilalui dengan berbagai macam bentuk baik dan sikap dari hubungan bilateral maupun multilateralnya. Bermodal pengalaman ini, rakyat Aceh tentu tidak mau kecolongan sehingga pada saat mengikrarkan pengorbanan mereka untuk pemberian sumbangan dana pembelian pesawat tersebut, rakyat Aceh memegang bukti kuitansi penyetoran sumbangan tersebut ke negara melalu kepala daerah-kepala daerah di seluruh Aceh atau pada saat itu disebut kewedanan.
Dalam kuitansi tersebut jelas tertera siapa penyumbang dan bagaimana sifat sumbangannya. Salah satu copi kuitansi yang saya dapat dari salah satu keluarga dari penyumbang di Aceh Barat, tertulis dalam kuitansi bahwa dana tersebut merupakan "Pinjaman Negara".
Mengenai jumlah sumbangan tidak ada keterangan apakah sama besar setiap penyumbang atau berbeda menurut kemampuan. Tapi yang saya lihat di kuitansi atas nama penyumbang, Rasyib, warga Kecamatan Reusak, Aceh Barat, jumlah dana yang beliau sumbangkan adalah senilai Rp. 150.- (Seratus Lima Puluh Rupiah), yang pada saat itu setara dengan seekor kerbau dewasa dan besar. Jika dinilai dengan harga kerbau sekarang, maka jumlahnya adalah Rp. 25 - 30juta.
Jika dalam kuitansi penerimaan dana tersebut sifatnya adalah Pinjaman Negara, maka sangat pantas rakyat Aceh merasa diabaikan dengan penjualan saham Garuda ke Publik tanpa pernah menyertakan rakyat Aceh sebagai pemegang saham utama untuk mendapatkan dividen.
Copy kuitansi berikut mungkin lebih memperjelas posisi hutang / pinjaman negara kepada rakyat Aceh yang hingga saat ini belum pernah dibayarkan.
4 comments:
wow..bukti otentik neh..
jadi barang antik..
selalu ada sejarah....sebagai bukti
Rasanya sulit percaya bahwa sosok RI 01, sang negarawan yg bisa mempelopori revolusi terbesar dalam sejarah bangsa kita merengek untuk pembelian pesawat ..
Kalau misalnya itu memang benar pernah terjadi, pasti banyak media internasional yang telah merekam sejarahnya,
sebab pada saat itu Soekarno adalah macan asia yg gerak-geriknya sekecil apapun selalu diawasi oleh mata bangsa-bangsa dari seluruh dunia.
Daripada berdebat apakah Aceh akan mendapat dividen, mending berdiskusi apa benar langkah privatisasi akan baik efeknya untuk masa depan bangsa kita..
(sepertinya tidak)
nice info, menambah wawasan kita...
Post a Comment